SANG PROKLAMATOR

               Menjelang pembacaan Teks Proklamasi, sekitar jam 7 pagi rakyat yang bersenjata bambu runcing dan senjata tajam lainnya sudah berkumpul menunggu dibacakannya teks Proklamasi. Sementara itu, sekitar tujuh puluh prajurit, dan lima orang perwira, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) sudah berjaga-jaga mengamankan lokasi, mereka siap menghadapi segala kemungkinan, jika tentara Jepang mencoba menggagalkannya. Sehingga, jalan yang menuju Pegangsaan Timur 56 ditutup oleh Tentara Pembela Tanah Air (PETA).

               Menjelang pembacaan Teks Proklamasi kondisi kesehatan Bung Karno fisiknya terganggu. Dia berbaring di kamarnya, yang ditunggui oleh Ibu Fatmawati dan Soeharto. Pagi itu, Bung Hatta belum juga datang. Sehingga Bung Karno didesak oleh para pemuda, untuk segera membacakan Teks Proklamasi. Namun, Bung Karno menolaknya karena sangat kenal dengan sikap Bung Hatta yang selalu tepat waktu. Ternyata benar, Bung Hatta pun akhirnya hadir pukul 10 kurang 5 menit.

               Tepat pukul 10.00 pagi, tanggal 17 Agustus 1945 M, Jumat Legi, atau bertepatan dengan tanggal 9 Ramadhan 1364 H, dibacakanlah Teks Proklamasi oleh Bung Karno, dihadapan para anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan rakyat, bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Dengan upacara yang sangat sederhana, tanpa adanya protokoler.

               Bendera Merah Putih hasil penyambungannya dangan mesin jahit tangan oleh Ibu Fatmawati, dan dikibarkan di tiang bambu oleh Chudancho Latief Hendraningrat yang berseragam Tentara Pembela Tanah Air (PETA). Kemudian, diiringi lagu kebangsaan Indonesia Raya.

               Menurut Ahmad Mansur Suryanegara, Peran Tentara Pembela Tanah Air (PETA) dalam mengamankan proses pembacaaan Proklamasi pada 17 Agustus 1945 M, pada Sidang Panitia Perisapan Kemerdekaan Indonesia – PPKI, pada 18 Agustus 1945 M, dalam penulisan sejarah Indonesia sering tidak dituliskan sperti yang dituturkan oleh Proklamator dalam buku Bung Karno Penjambung Lidah rakjat.

               Berita tentang Proklamasi ini disiarkan oleh Sakti Alamsjah, Sam Amir dan Darja melaluli pemancar Radio Malabar, bandung. Pemancar radiao yang berkekuatan tinggi dan mampu menjangkau ke luar negri tersebut didengar oleh para mahasiswa Indonesia yang ada di luar negri. kemudian berita Proklamasi ini berkembang hingga ke mahasiswa di Mesir.

               Akibatnya Mohammad Abdul Mounim, Konsul Jendral Mesir di Bombay, yang bertindak atas nama Raja Farouk dari Mesir, menyampaikan keputusan Dewan Gabungan Negara-negara Arab berbisik anjuran pada negara-negara anggota gabungan Liga Arab untuk Mengakui Republik Indonesia. Mesir adalah negara pertama mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. Keputusan ini disampaikan kepada Presiden Soekarno di Jogyakarta pada 4 Maret 1947 M. Kemudian diikuti oleh Lebanon juni 1947, Suriah dan Irak, Juli 1947, Afghanistan, September 1947, dan menyusul Saudi Arabia, November 1947.

               Ternyata, Proklamasi 17 Agustus 1945, Jumat Legi, 9 Ramadhan 1364, diakui pertama kalinya oleh negara-negara Islam Timur tengah. Sebaliknya, sampai 1947 tidak ada satu pun negara-negara penjajah Eropa Barat atau dari negara komunis Eropa Timur yang bersedia mengakuinya. Apalagi Kerajaan Protestan Belanda baru mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia, setelah HUT-60 Republik Indonesia.

               Proses penyiaran Proklamasi 17 Agustus 1945 melalui pemancar Radio Malabar, yang diikuti dengan Bandung Hoso Kyoku, tidak semudah di bayangkan oleh generasi sekarang. selama Perang Asia Timur Raya dan penduduk tentara Jepang, Radio milik rakayat, gelombang luar negri disegel, dilarang menyetel penyiaran dari radio Negara Sekutu.

               Prestasi penyiaran dan pengularangan penyiaran yang dilakukan oleh Sakti Almsjah, Sam Amir, dan Darja yang menjadikan dunia mengetahui Indonesia Merdeka, merupakan tindakan heoik yang beresiko tinggi, hidup atau mati. berkat keberhasilan mereka, Negara Sekutu pun akhirnya mengeteahui Hindia Belanda bukan lagi daerah jajahan Kerajaan Protestan belanda, dan telah mengubah menjadi Republik Indonesia.

Makna Proklamasi Bagi Umat Islam

               Perjuangan membebaskan Indonesia daria penjajah barat Keradjaan Katolik Protugis dan Keadjaan Protestan Belanda serta penjajah Timur Kekaisaran Shinto Djepang, akhirnya sampai pada puncak keberhasilannya. Proklamasi terjadi pada 17 Agustus 1945, Jumat Legi, tepat pada 9 Ramadhan 1364, pukul 10.00 pagi.

Dalam keyakinan umat Islam, peristiwa sejarah Proklamasi yang terjadi pada 9 Ramadhan 1364 di hari Jumat Legi, merupakan anugrah yang tiada hingga dari Allah Yang Maha Kuasa yang menjadikan berakhirnya penjajahan Barat dan Timur atas bangsa dan negara Indonesia.

               Peristiwa ini merupakan salah satu wujud dari firman Allah: li yudhiru ‘alad dini kulihi – Allah memenagkan Islam di atas agama-agama penjajah semuanya. Wa kafa billahi syahidan – Cukup Allah sebagai saksinya (QS. 48-28). Namun, tidaklah berati dengan keberhasilan Proklamasi, hilanglah segenap lawan Ulama. Melainkan justu Ulama dihadapkan tentang baru yang semakin berat karena sudah menjadi kodrat sejarah Ulama, setiap langkah amal juangnya, sampai kapan pun dan di manapun dipastikan akan bertemu dengan tantangan baru.

               Sayangnya, peristiwa Proklamasi yang demikian Akbar maknanya, sebagai puncak kemenangan perjuangan Ulama dan Santri, Sikap Islam pada setiap 9 Ramadhan, tidak menjadikannya sebagai tanggal dan bulan Syukuran Kemerdekaan terbebasnya bangsa dan negara Indonesia dari penjajahan barat dan timur.

               Barangkali hal ini terjadi diakibatkan adanya kebijakan Deislamisasi kalender, maka Proklamasi merasa cukup hanya diperingati pada setiap tanggal 17 bulan Agustus dan tahun Masehi saja. {{Perhatikan setiap Congres Persjarikatan Moehammadijah sebagai oraganisasi pembaharu Islam di masa penjajahan Belanda, salah satu ciri pembaharuan Islamnya tidak menggunakan tanggal, bulan Komariyah dan tahun Hijrah Nabi. dibiasakan pada poster, plakat, spandoek, menggunakan tanggal, bulan, tahun Masehi. perhatikan pula Kalender Mohammadijah 2007, tanggal bulan Komariyah dan tahun Hijrah dicetak sangat kecil. Sebaliknya tanggal, bulan, tahun Masehi dicetak jauh lebih besar kelipatan sekian ratus kali daripada tanggal, bulan Komariyah dan Tahun Hijrah.}}

               Padahal, Proklamasi benar-benar terjadi pada puluhan pertama ramadhan sebagai puluhan Rahmat Allah dan terjadi pada rajanya hari, Hari Jumat. Dalam Pemnoekaan Oendang-Oendang Dasar 1945, dirumuskan kemerdekaan Indonesia sebagi berkat rachhmat Allah Jang Maha Koeasa. Apalagi menurut Presiden Soekarno kepada Cindy Adams, menuturkan gagasan pemilihan tanggal 17 karena angka 17 sebagai tanggal keramat. Al-Quran diturunkan pada 17 Ramadhan dan Boeng Karno shalat setiap harinya 17 Rakaat.

               Kemudian sebagai fakta sejarah yang tidak dapat dipungkiri, Teks Proklamasi ditulis oleh Proklamator dan diketik oleh Sajoeti Melik, serta ditangani kedua Proklamator pada waktu makan sahur dirumah Laksamana Maeda. kemudian Teks Proklamasi dibacakan pada saat Proklamator menjalankan ibadah Shaum.

               Kalau demikian kenyataan sejarahnya, apakah salah ataukah bid’ah jika umat Islam pada setiap 9 bulan Ramadhan, sebagai mayoritas bangsa indonesia, menjadikan tanggal 9 Ramadhan sebagai tanggal syukuran umat Islam menerima anugrah nikmat kemerdekaan Republik Indonesia dari Allah Yang Maha Kuasa, selain diperingati setiap 17 Agustus?