VALENTINE

            Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

            Bulan Februari, dikenal sebagai bulan kasih sayang, karena di pertengahnnya ada hari yang disebut sebagai hari kasih sayang atau Valentine Day. Pada hari-hari itu banyak anak-anak belia kita yang terlihat berlebihan dalam menunjukkan rasa cinta dan rasa kasih sayangnya kepada teman-teman yang mereka anggap istimewa. Hal ini menjadi sebuah pertanyaan tersendiri bagi kaum muslimin, tentang asal-usulnya dan bolehkah umat Islam ikut merayakanya?

            apakah hari kasih sayang atau Valentine Day itu sendiri? Valentine Day berasal dari budaya dunia barat atau Eropa, sehingga hal ini tidak mempunyai akar dalam budaya Indonesia. Asal mula budaya ini sendiri juga sangat simpang siur. Ada yang mengatakan bersumber dari tradisi suatu agama tertentu namun ada pula yang mengatakan budaya ini tidak ada kaitannya dengan agama apapun. Mengenai asal muasal budaya Valentine Day itu ada banyak versi yang beredar. Dua yang masyhur di antaranya adalah:

            Budaya ini bermula pada abad ke-3 M, saat raja Romawi yang bernama Claudius menghukum pancung seorang pendeta bernama Santo Valentine pada tanggal 14 Februari 269 M. Santo Valentine dihukum pancung karena menikahkan seorang prajurit muda peserta wajib militer kerajaan yang ingin menikah. Saat itu, tindakan Santo Valentine dianggap sebagai melawan peraturan kerajaan. Saat itu Claudius sedang getol menghimpun anak muda untuk mau jadi tentara kerajaan guna menakhlukan kerajaan yang lain. Namun hanya sedikit anak muda yang mau jadi prajurit, Caludius berpikir kalau anak muda dilarang menikah maka dia akan suka rela menjadi prajurit kerajaan karena hatinya tidak lagi terpaut dalam keluarga.

            Bagi pihak gereja tertentu, tindakan Santo Valentine tersebut dianggap benar karena telah melindungi orang yang menjalin cinta, sehingga dia dinobatkan sebagai pahlawan kasih sayang. Sehingga, tercatatlah dalam sejarah bahwa setiap tanggal 14 Februari diperingati sebagai hari kasih sayang.

            Versi yang lain pada masa itu ada anak muda biasa yang bernama Valentine yang ditangkap petugas kerajaan karena menolak menjadi prajurit. Saat itu semua laki-laki warga kerajaan Roma diwajibkan menjadi Prajurit Kerajaan dalam waktu tertentu. (semacam Wamil). Dia tidak mau jadi prajurit karena merasa hatinya hanya dipenuhi dengan cinta kasih, dia tidak bisa menjadi prajurit yang bertugas membunuh orang lain. Oleh karena itu dia dipenjara dan terus disiksa selama berbulan-bulan supaya tumbuh rasa benci dan hasrat membunuhnya. Namun upaya itu tidak berhasil, akhirnya dia akan dihukum mati pada suatu pagi di tanggal 14 Februari. Pada malam menjelang hukuman mati itu dia menulis surat panjang yang dititipkan kepada petugas penjara. Surat itu ditujukan kepada perempuan yang lumpuh dan buta namun sangat dia kasihi. Inti surat itu adalah permintaan maaf karena tidak bisa lagi mengurus dirinya. Konon siapapun yang membaca atau mendengar orang membaca surat itu pasti akan menitikkan air mata dan terguncang semua saraf cinta kasihnya.

            Lepas dari asal mulanya inti dari Valentine adalah mengistimewakan satu hari tertentu untuk menunjukkan kasih sayang kepada orang yang dikasihi. Islam tidak pernah mengkhususkan hari dan tanggal tertentu untuk menunjukan rasa kasih sayang kita kapada sesama. Islam malah mewajibkan umatnya untuk merayakan hari cinta kasih itu setiap hari dan setiap saat. Bukankah di dalam Islam ada tuntuntan untuk memulai segala sesuatu dengan mengucap kalimat basmallah, bismillahirahmirrahim yang berarti dengan menyebut nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha penyayang.

            Tentu saja cara merayakan kasih sayang menurut agama Islam itu berbeda dengan cara kaum jahiliyah dalam merayakan cinta kasihnya. Cara menunjukan kasih sayang kita kepada orang tua adalah dengan menghormati dan memperlakukan mereka dengan baik sebagaimana tuntunan Allah dalam surat Luqman. Cara menunjukan kasih sayang kita kepada yang lebih muda adalah dengan membimbing mereka supaya selalu teguh di jalan Allah. Dan sebagainya.

            Cara menunjukan kasih sayang di dalam Islam adalah tidak dengan cara berkasih-kasihan antar sesama anak muda. Karena cara berkasih-kasihan dan berpacar-pacaran seperti yang dilakukan kebanyakan anak muda sekarang ini adalah perbuatan yang dekat dengan dosa zina. Dalam hal ini dengan snagat jelas Allah sudah berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

 “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (Al-Isra’:32)

            Maka teranglah keharaman perbuatan yang sering terjadi pada muda-mudi sekarang ini, apalagi jika ditambah dengan mengkhususkan satu hari untuk melakukanya. Muhammadiyah telah menjelaskan hal ini pula pada Majalah Suara Muhammadiyah No. 23 tahun 2003.

            kemudian banyak orang yang melindungi perayaan ini dengan mengatakan banyak yang tidak mendekati zina dengan pacaran sehat, dsb. Hal ini merupakan dusta dan hanya menutupi kebathilan, karena nyatanya pada setiap perayaan Valentine Day ditemui omzet penjualan kondom di apotek maupun di supermaket melonjak tinggi dan rata di seluruh Indonesia. Selain pembelian, juga sering didapati kampanye sex aman dan bagi-bagi alat kontrasepsi sebagai perayaan Valentine.

Sejarah Valentine Day

            Valentine day jatuh pada tanggal 14 Februari. Valentine day seakan-akan menjadi perayaan universal bagi seluruh umat manusia, tidak peduli latar belakang agamnya. Apakah ia beragama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dll. Valentine day tak ubahnya hari maksiat sedunia. Kasih sayang yang ditawarkan tak ubahnya seperti racun yang dipolesi dengan manis oleh madu. Membunuh secara perlahan, dan kita terkadang tidak merasakannya.

            Ada beberapa versi sejarah dari valentine day itu sendiri. The World Book Encyclopedia (1998) melukiskan banyaknya versi mengenai Valentines Day:

            Some trace it to an ancient Roman festival called Lupercalia. Other experts connect the event with one or more saints of the early Christian church. Still others link it with an old English belief that birds choose their mates on February 14. Valentine’s Day probably came from a combination of all three of those sources–plus the belief that spring is a time for lovers?

The World Book Encyclopedia (1998)

            Menurut enksiklopedia tersebut, beberapa sumber sejarah menyebutkan perayaan valentine day berasal dari perayaan Lupercalia yang merupakan rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love), Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.

            Ketika agama Kristen Katolik masuk Roma, mereka mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Constantine dan Paus Gregory I (lihat: The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Glasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St.Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (lihat: The World Book Encyclopedia 1998).

            The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian, tidak pernah ada penjelasan siapa St. Valentine itu, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

            Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan tuhannya adalah Isa al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

            Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan dari pada yang telah menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga ia pun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (lihat: The World Book Encyclopedia, 1998).

            Kebiasaan mengirim kartu Valentine itu sendiri tidak ada kaitan langsung dengan St. Valentine. Pada 1415 M ketika the Duke of Orleans dipenjara di Tower of London, pada perayaan hari gereja mengenang St.Valentine 14 Februari, ia mengirim puisi kepada istrinya di Prancis. Kemudian Geoffrey Chaucer, penyair Inggris mengkaitkannya dengan musim kawin burung dalam puisinya (lihat: The Encyclopedia Britannica, Vol.12 hal.242 , The World Book Encyclopedia, 1998).

Lalu bagaimana dengan ucapan Be My Valentine?

            Ken Sweiger dalam artikel Should Biblical Christians Observe It? (www.korrnet.org) mengatakan, kata Valentine berasal dari bahasa Latin yang berarti: Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, Tuhan orang Romawi. Maka disadari atau tidak – tulis Ken Sweiger – jika kita meminta orang menjadi “be my Valentine”, hal itu berarti melakukan perbuatan yang dimurkai Tuhan (karena memintanya menjadi Sang Maha Kuasa) dan menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.

            Dalam Islam hal ini tentu termasuk Syirik, artinya menyekutukan Allah. Adapun Cupid (berarti: the desire), si bayi bersayap dengan panah, adalah putra Nimrod, the hunter (dewa Matahari). Disebut tuhan Cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri!

Menyikapi Valentine Day

            Sejarah Valentine di atas menjelaskan kepada kita apa dan bagaimana valentine day itu, yang tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan kasih sayang. Lalu kenapa kita masih juga menyambut hari valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat kebiasaan? Atau hanya ikut-ikutan semata tanpa tahu asal muasalnya? Bila demikian, sangat disayangkan banyak teman-teman kita -remaja putra-putri muslim – yang terkena penyakit ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Padahal Allah SWT berfirman:

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertangggungjawabnya? (QS. Al-Isra’ [17]: 36).

            Ikut valentine day berarti menghancurkan kepribadian dan karakter kita sendiri, kepribadian muslim. Maka dari itu jauhilah kebiasaan yang jahiliyah, yang dapat merusak kepribadian kita, merusak keIslaman kita. Jika generasi muda muslim telah rusak, maka Islam ini akan mudah dihancurkan. Kita sebagai muslim memiliki karakter dan kepribadian yang khas dan istimewa berdasarkan teladan Rasulullah SAW. Tanggung jawab kita adalah menyerap, mengamalkan dan memeliharanya. Jadi, mengapa harus mengambil kepribadian orang lain yang belum tentu baik, atau bahkan nyata keburukannya? Jauhilah dan say Good Bye!

            Valentine Day adalah perayaan yang sangat dekat dengan zina yang dilarang keras oleh Islam oleh karenanya perayaan yang demikian juga dihukumi haram. Akan tetapi tentu tidak cukup kalau hanya mengutuk dan mencaci anak-anak belia kita yang mengikuti hal ini, karena sebenarnya mereka adalah korban dari hantaman gelombang budaya sesat dan jahiliyah itu. Daripada sibuk mengutuk dan memberikan dalil-dalil agama yang mungkin tidak mereka mengerti, tampaknya kita lebih baik selalu memberi mereka nasehat dengan cara yang ma’ruf, memberi pengertian secara perlahan namun ajeg, serta memberi contoh yang nyata dalam menunjukan rasa cinta dan kasih sayang kita kepada sesama manusia. Wallahu a’lam bishowwab