1. Kufur, Syirik, Murtad, dan Nifaq.
Wahai orang Muslim, wahai hamba Allah! Ketahuilah, siapa yang mati dalam keadaan kafir atau musyrik atau murtad, maka segala amal yang baik tidak ada manfaatnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, seperti shadaqah, silaturrahim, berbuat baik kepada tetangga dan lain-lainnya. Sebab di antara syarat taqarrub adalah mengetahui siapa yang didekati. Sementara itu orang kafir tidak begitu. Maka secara spontan amalnya menjadi rusak dan sia-sia.
Allah berfirman: “Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” [Al-Baqarah: 217].
“Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam), maka hapuslah amalannya dan ia pada akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” [Al-Maidah: 5].
“Dan sesunggunya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: ‘Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi’.” [Az-Zumar: 65].
Allah juga berfirman, mengabarkan tentang keadaan semua rasul: “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya leyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” [Al-An’am: 88].
Dan juga sabda Rasulullah: “Apabila orang-orang mengumpulan orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang kemudian untuk satu hari dan tiada keraguan di dalamnya, maka ada penyeru yang berseru: ‘Barangsiapa telah menyekutukan seseorang dalam suatu amalan yang mestinya dikerjakan karena Allah, lalu dia minta pahala di sisi-Nya, maka sesungguhnya Allah adalah yang paling tidak membutuhkan untuk dipersekutukan’.” [HR. At-Tirmidzi 3154, Ibnu Majah 4203, Ahmad 4/215, Ibnu Hibban 7301, hasan].
2. Riya’.
Celaan terhadap riya’ telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Firman Allah: “… seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu sperti batu yang licin dan diatasnya ada tanah, kemudian batu itu mejadilah bersih (tidak bertanah). Mereka itu tidak menguasai sesuatu sesuatu apapun dari apa yang mereka usahakan, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” [ Al-Baqarah: 264].
Rasullullah bersabda: “Sesungguhnya yang aku paling takutkan atas kamu sekalian ialah syirik kecil, yaitu riya’. Allah berfirman pada hari kiamat, tatkala memberikan balasan terhadap amal-amal manusia, ‘Pergilah kepada orang-orang yang dulu kamu berbuat riya’ di dunia, lalu lihatlah apakah kamu mendapatkan balasan bagi mereka?” [HR. Ahmad 5/428, 429, shahih].
Maka dari itu jauhilah riya’, karena ia merupakan bencana amat jahat, yang bisa menggugurkan amal dan menjadikannya sia-sia. Ketahuilah, bahwa orang-orang yang riya’ adalah pertama kali menjadi santapan neraka, karena mereka telah menikmati hasil perbuatannya di dunia, sehingga tidak ada yang menyisa di akhirat.
Ya Allah, sucikanlah hati kami dari nifaq dan amal kami yang riya’ teguhkanlah kami pada jalan-Mu yang lurus, agar datang keyakinan kepada kami.
3. Menyebut-Nyebut Shadaqah dan Menyakiti Orang Yang Diberi.
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu menghilangkan (pahala) shadaqahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” [Al-Baqarah: 264].
Ketahuilah wahai hamba Allah! Jika engkau menshadaqahkan harta karena mengharap balasa dari orang yang engkau beri, maka engkau tidak adakn mendapatkan keridhaan Allah. Begitu pula jika engkau menshadaqahkannya karena terpaksa dan menyebut-nyebut pemberianmu kepada orang lain.
Rasulullah bersabda: “Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir.” [HR. Ibnu Abi Ashim 323, Ath-Thabrany 7547, hasan].
Abu Bakar Al-Warraq berkata, “Kebaikan yang paling baik, pada setiap waktu adalah perbuatan yang tidak dilanjuti dengan menyebut-nyebutnya.”
Allah berfirman: “Perkataan baik dan pemberian maaf lebih baik dari shadaqah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” [Al-Baqarah: 263].
4. Mendustakan Takdir.
Ketahuilah wahai orang Mukmin, iman seorang hamba tidak dianggap sah kecuali dia beriman kepada takdir Allah, baik maupun buruk. Dia juga harus tahu bahwa bencana yang menimpanya bukan unutk menyalahkannya, dan apa yang membuatnya salah bukan untuk menimpakan bencana kepadanya. Semua ketentuan sudah ditetapkan dan ditulis di Mushhaf yang hanya dikethaui Allah semata, sebelum suatu peristiwa benar-benar terjadi dan sebelum Dia menciptakan alam.
Rasulullah bersabda: “Tiga orang, Allah tidak menerima ibadah yang wajib dan yang sunat dari mereka, yaitu orang yang durhaka kepada orang tua, menyebut-nyebut shadaqah dan mendustakan takdir.”
Dan sabda beliau yang lain: “Andaikata Allah mengadzab semua penhuni langit dan bumi-Nya, maka Dia tidak zhalim terhadap mereka. Dan, andaikata Allah merahmati mereka, maka rahmat-Nya itu lebih baik bagi mereka dari amal-amal mereka. Andaikata engkau membelanjakan emas seperti gunung Uhud di jalan Allah, maka Allah tidak akan menerima amalmu sehingga engkau beriman kepada takdir, dan engkau tahu bahwa bencana yang menimpamu, dan apa yang membuatmu salah bukan untuk menimpakan bencana kepadamu. Andaikata engkau mati tidak seperti ini, maka engkau akan masuk neraka.” [HR. Abu Daud 4699, Ibnu Majah 77, Ahmad 5/183, 185, 189, shahih].