Osman I atau Osman Ghazi (bahasa Turki Utsmaniyah: عثمان غازى, Osmān Ġāzī; meninggal 1323/4) adalah bapak dari Bangsa Utsmaniyah dan merupakan pemimpin pertama dari Negara Utsmaniyah, yang di masanya masih berupa kadipaten kecil. Ia mewarisi jabatan ayahnya sebagai adipati (bey) di bawah Kesultanan Seljuk. Saat kesultanan tersebut mengalami gonjang-ganjing, Osman memerdekakan diri dan memerintah kadipaten berdaulat itu sampai akhir hayatnya pada 1323 atau 1324. Sepeninggalnya, keturunannya menggunakan namanya sebagai nama dinasti dan negaranya (nama dinasti dan negara tersebut dieja menjadi ‘Utsmani’ atau ‘Utsmaniyah’ dalam bahasa Arab dan Indonesia dan menjadi ‘Ottoman’ dalam ejaan barat).
Dikarenakan kelangkaan sumber sejarah di masanya, sangat sedikit informasi faktual yang diketahui tentangnya. Tidak ada satupun sumber tertulis dari masa Osman yang tersisa. Pencatatan tentang sejarah Osman baru ditulis pada abad kelima belas masehi, atau lebih dari seabad setelah mangkatnya. Dikarenakan masalah tersebut, adalah sebuah tantangan besar bagi para sejarawan untuk memisahkan antara fakta dan mitos yang berkaitan tentangnya.
Ayah Osman adalah Ertuĝrul, kepala suku Kayı, suku bangsa Oghuz Turk. Ibunya adalah Halime Hatun, putri dari Mes’ud II, Sultan Romawi (Rum) Seljuk yang berkuasa pada tahun 1284–1296 dan 1303-1307.
Ayah Osman I yang merupakan pendiri Kesultanan Utsmaniyah yaitu Ertugrul(Bahasa Turki Utsmaniyah:ارطغرل, sering dengan gelar Gazi) (1191 / 1198, Ahlat-1281, Söğüt). Dia adalah pemimpin Kayı yang merupakan marga dari Turki Oghuz. Ketika ia sampai di Anatolia dari Merv (Turkmenistan) dengan 400 orang berkuda untuk membantu Kesultanan Rûm melawan Kekaisaran Bizantium, Ertugrul secara tidak langsung membuat rantai peristiwa yang mengarah pada berdirinya Kesultanan Utsmaniyah. Seperti anaknya, Osman I dan keturunannya pada masa depan, ia sering disebut dengan Ghazi, dia merupakan pejuang yang bertarung untuk Islam.
Kesultanan Osman
Beberapa ahli menyatakan bahwa nama asli dari Osman adalah nama asli Turki, kemungkinan Atman atau Ataman, yang kemudian diubah menjadi Osman yang merupakan nama bahasa Arab. Sumber awal Romawi Timur mengeja namanya dengan Ατουμάν (Atouman) or Ατμάν (Atman), sedangkan sumber Yunani secara teratur menggunakan θ, τθ, atau τσ bila merujuk Utsmān (ejaan Arab) atau Osmān (ejaan Turki). Sumber awal Arab juga menyebut namanya menggunakan huruf ط dan bukannya ث. Osman mungkin kemudian mengambil nama Arab-Muslim yang dipandang lebih berkelas di kemudian hari.
Meski daftar Sultan Utsmaniyah selalu menempatkan Osman berada dalam urutan pertama, gelar sultan baru resmi digunakan pada tahun 1383 pada masa kekuasaan cucunya, Murad I. Osman masih mempertahankan gelar lamanya, bey, dapat disepadankan dengan adipati atau kepala suku dalam konteks ini, gelar yang dia sandang saat masih menjadi bawahan Kesultanan Seljuk Rum.
Tidak diketahui secara pasti tanggal kelahiran Osman dan sangat sulit pula mengetahui awal kehidupannya karena kurangnya sumber, juga masuknya berbagai mitos dan legenda tentangnya pada masa-masa setelahnya. Dia diperkirakan lahir di pertengahan abad ketiga belas, kemungkinan tahun 1254 atau 1255 menurut sejarawan Utsmaniyah abad keenam belas, Kemalpaşazade.
Menurut tradisi Utsmaniyah, Ertuĝrul, ayah Osman, memimpin suku Kayı dari Asia Tengah menuju Anatolia. Dia melarikan diri dari serangan Mongol. Dia berjanji setia kepada Sultan Kayqubad I dari Kesultanan Rum yang memberinya izin mendirikan emirat (kadipaten) di Söğüt yang saat itu merupakan wilayah pinggir Seljuk dan berbatasan dengan Kekaisaran Romawi Timur.
Lokasi ini rupanya menguntungkan. Di barat, Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) yang saat itu melemah. Sementara di timur, pasukan muslim di bawah Turki Seljuk kacau karena menghadapi agresi Mongol dalam pengepungan Baghdad.
Lambang Kesultanan Utsmaniyah
Sekitar tahun 1281, Osman menjadi adipati dan kepala suku setelah ayahnya meninggal. Pada saat inilah, banyak para tentara bayaran berdatangan kepadanya yang dengan harapan dapat melemahkan monarki Ortodoks. Selain itu, populasi Turki di bawah kepemimpinan Osman I secara terus-menerus diperkuat dengan banjir pengungsi yang melarikan diri dari Mongol. Dari jumlah tersebut, tentara Ghazi atau pejuang Islam, pejuang perbatasan yang percaya bahwa mereka berjuang untuk ekspansi atau membela Islam. Di bawah kepemimpinan Osman yang kuat dan mampu, prajurit ini segera terbukti menjadi kekuatan yang tangguh, dan dasar-dasar negara pun dapat dengan cepatnya bisa diletakkan.
Mimpi
Osman memiliki hubungan dekat dengan Syaikh Edebali, tokoh sufi terkemuka di wilayahnya. Salah satu kisah paling terkenal yang berkaitan dengan Osman dan Syaikh Edebali adalah “Mimpi Osman”, kisah yang menceritakan bahwa saat Osman tidur di kediaman Syaikh Edebali, Osman bermimpi bahwa rembulan muncul dari dada Syaikh Edebali dan kemudian masuk ke dalam dada Osman sendiri.
Kemudian dari pusar Osman tumbuhlah pohon besar yang menaungi dunia. Di bawah naungan pohon ini ada pegunungan dan air mengalir dari kaki-kaki gunung ini. Beberapa orang mengambil airnya untuk minum dan sebagiannya untuk berkebun. Syaikh Edebali kemudian menafsirkan mimpi Osman bahwa Osman dan keturunannya akan dianugerahi kekuasaan dan putri Syaikh Edebali sendiri (dilambangkan sebagai rembulan dalam mimpi Osman) akan menjadi istri Osman.
Kisah mimpi Osman ini ditafsirkan menjadi tanda bahwa kekuasaan Osman dan keturunannya adalah pemberian Allah. Namun selain kekuasaan yang diberikan, mimpi itu juga secara implisit bermakna bahwa Osman dan keturunannya harus menjaga kesejahteraan para bawahannya.
Penaklukan nyata yang dilakukan Osman setelah runtuhnya Kesultanan Seljuk adalah pendudukan atas benteng Eskişehir dan Karacahisar. Kemudian Osman juga menguasai kota penting di wilayah tersebut, Yenişehir, yang kemudian digunakan menjadi ibu kota negaranya.
Setelah kemenangannya melawan pihak Romawi Timur pada Pertempuran Bapheus, Osman memulai untuk mengatur pasukannya di dekat wilayah kekuasaan Romawi Timur. Pengaruh Osman yang semakin menguat membuat masyarakat Romawi Timur secara bertahap keluar menuju seberang Anatolia.
Para pemimpin Romawi Timur berusaha untuk menahan Osman, tapi persiapan mereka sangat buruk dan tidak efektif. Di sisi lain, Osman menghabiskan sisa masa kekuasaannya untuk meluaskan wilayahnya melalui dua arah, yakni sebelah utara sepanjang Sungai Sarkaya dan barat daya menuju Laut Marmara, dan dia berhasil pada 1308. Pada tahun yang sama, para pengikutnya turut serta dalam penaklukan salah satu kota Romawi, Ephesus, dan menduduki kota tepi pantai terakhir milik Romawi, meskipun kota itu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Amir Aydin.
Perang Osman terakhir adalah menduduki Bursa. Meskipun Osman tidak secara langsung terjun ke medan laga, keberhasilan menduduki Bursa membuktikan betapa pentingnya kedudukan kota tersebut sebagai pijakan untuk melawan Romawi Timur di Konstantinopel. Bursa kemudian dijadikan ibu kota pada masa kekuasaan.
Kemenangan Militer
Penaklukan nyata yang dilakukan Osman setelah runtuhnya Kesultanan Seljuk adalah pendudukan atas benteng Eskişehir dan Karacahisar. Kemudian Osman juga menguasai kota penting di wilayah tersebut, Yenişehir, yang kemudian digunakan menjadi ibu kota negaranya.
Setelah kemenangannya melawan pihak Romawi Timur pada Pertempuran Bapheus, Osman memulai untuk mengatur pasukannya di dekat wilayah kekuasaan Romawi Timur. Pengaruh Osman yang semakin menguat membuat masyarakat Romawi Timur secara bertahap keluar menuju seberang Anatolia. Para pemimpin Romawi Timur berusaha untuk menahan Osman, tapi persiapan mereka sangat buruk dan tidak efektif.
Di sisi lain, Osman menghabiskan sisa masa kekuasaannya untuk meluaskan wilayahnya melalui dua arah, yakni sebelah utara sepanjang Sungai Sarkaya dan barat daya menuju Laut Marmara, dan dia berhasil pada 1308. Pada tahun yang sama, para pengikutnya turut serta dalam penaklukan salah satu kota Romawi, Ephesus, dan menduduki kota tepi pantai terakhir milik Romawi, meskipun kota itu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Amir Aydin.
Perang Osman terakhir adalah menduduki Bursa. Meskipun Osman tidak secara langsung terjun ke medan laga, keberhasilan menduduki Bursa membuktikan betapa pentingnya kedudukan kota tersebut sebagai pijakan untuk melawan Romawi Timur di Konstantinopel. Bursa kemudian dijadikan ibu kota pada masa kekuasaan putra dan penerus Osman, Orhan.