Saudaraku rahimakumullah,
Suatu hari, ada sebagian para sahabat yang tidak diberikan rizki yang luas oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala mendatangi Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mereka ingin mencurahkan isi hati mereka. Karena kita ketahui bersama bahwa ketika seseorang tidak diberikan rizki yang lapang, maka mereka memiliki keterbatasan dalam hidup, dalam mengonsumsi, beraktivitas, dan lain-lain. Inilah yang ingin mereka keluhkan kepada Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Mari kita simak apa yang mereka nyatakan dan ungkapan. Lalu kita bandingkan ungkapan dan curhatan mereka dengan curhatan orang-orang pada detik ini.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, mereka datang ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mereka mengatakan,
ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ مِنَ الأَمْوَالِ بِالدَّرَجَاتِ الْعُلاَ وَالنَّعِيمِ الْمُقِيمِ ، يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى ، وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ ، وَلَهُمْ فَض犀利士 ْلٌ مِنْ أَمْوَالٍ يَحُجُّونَ بِهَا ، وَيَعْتَمِرُونَ ، وَيُجَاهِدُونَ ، وَيَتَصَدَّقُونَ
“Ya Rasulullah, orang-orang kaya itu telah meninggalkan kita (dan telah mengalahkan kita dengan membawa pahala yang sangat banyak,) membawa derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal. Mereka shalat sebagaimana kita shalat, dan mereka berpuasa sebagaimana kita (orang-orang miskin) berpuasa. Namun mereka memiliki kelebihan harta sehingga bisa berhaji (sedang kami tidak bisa), berumrah, berjihad (dengan harta mereka, sedang kami tidak bisa), serta bersedekah (bahkan mungkin kami selalu mendapatkan uang sedekah dari mereka).”
Saudaraku rahimakumullah,
Inilah yang dirasakan oleh orang-orang miskin pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ini yang mereka keluhkan di tengah-tengah keterbatasan mereka. Pada saat mereka makan dan minum seadanya, memakai pakaian seadanya. Namun yang menjadi ganjalan di benak mereka, bukan mobil dan rumah orang kaya yang membuat mereka iri, bukan aksesoris serta perhiasan yang orang kaya miliki.
Yang mereka sedihkan adalah mengapa mereka tidak bisa beramal sebagaimana orang kaya beramal. Orang kaya bisa mengamalkan amalan mereka, dan mereka orang-orang miskin tidak bisa mengamalkan amalan orang kaya. Ini jelas tercermin ketika mereka mengatakan,
يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى
“Mereka (orang-orang kaya) itu shalat sebagaimana kami shalat.”
Karena tidak ada syarat shalat harus miskin. Mereka sama-sama berdiri di shaf yang sama, mendengarkan bacaan imam, bacaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, baik yang kaya maupun miskin.
Ketika orang miskin berpuasa Ramadhan, orang-orang kaya pun berpuasa Ramadhan. Bahkan ketika orang-orang miskin berpuasa Senin-Kamis, Ayyamul Bidh, berpuasa Nabi Daud, banyak orang-orang kaya pada zaman sahabat itu berpuasa dengan puasa sunnah yang sama. Namun orang kaya bisa mengerjakan haji, umrah, berjihad, dan bersedekah. Inilah hambatan yang orang-orang miskin alami.
Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghibur mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan solusi kepada mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Maukah kalian aku berikan sebuah amalan yang apabila kalian lakukan, kalian bisa menyaingi orang-orang kaya tersebut? Dan tidak ada yang bisa mengalahkan kalian kecuali orang yang mengamalkan apa yang kalian amalkan.
تُسَبِّحُونَ وَتَحْمَدُونَ ، وَتُكَبِّرُونَ خَلْفَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ
“Bertasbihlah kalian, bertahmid, dan bertakbir setiap selesai shalat 33 kali.” (HR. Bukhari)
Maksudnya, berdzikir mengucapkan Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 33 kali.
Dzikir Bernilai Sedekah
Dalam Riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,
أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ
“Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bersedekah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih yang kalian ucapkan itu) adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil (ucapan laa ilaaha illallah) adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemunkaran adalah sedekah, dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah.“ (HR. Muslim)
Saudaraku rahimakumullah,
Mereka tidak memikirkan dunia, walaupun mereka tidak punya dunia. Dan mereka tidak memikirkan harta, walaupun mereka tidak punya harta. Karena bagi mereka dan apa yang ada di hati mereka adalah sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam;
لَوْ كَانَت الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ الله جَنَاحَ بَعُوضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِراً مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Apabila dunia itu di sisi Allah senilai dengan sayap nyamuk, maka Allah tidak akan memberikan minum kepada orang kafir walaupun setetes air.” (HR. At Tirmidzi)
Itu yang ada di benak orang-orang miskin pada zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Oleh karena itu marilah kita renungkan, bukan hanya kita yang miskin. Bukan hanya kita yang memiliki keterbatasan dan menghadapi cobaan-cobaan hidup.
Orang-orang terbaik dahulu, para wali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan generasi terbaik pun di antara mereka ada yang mengalami hal yang serupa dengan kita. Bahkan lebih parah lagi. Tetapi mereka tidak pernah menjadikan dunia sebagai parameter. Mereka tidak pernah iri dan dengki dengan kekayaan yang dimiliki orang-orang kaya.
Semoga ini jadi bahan renungan bagi kita. Khususnya bagi yang berbicara dan saudara-saudaraku yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.