Kedermawanan dan kebakhilan bertingkat-tingkat:
Derajat tertinggi kedermawanan adalah itsar, yaitu memberikan harta padahal kita sedang membutuhkannya. Sedangkan derajat kebakhilan yang paling tinggi adalah seseorang berbuat bakhil atas dirinya sendiri padahal ia sedang membutuhkannya, alangkah banyak orang yang bakhil tidak mau keluar harta sepeserpun, sedang sakit tapi tidak mau berobat, menginginkan sesuatu tetapi kebakhilan selalu menghalanginya.
Alangkah banyaknya orang yang bakhil atas dirinya walaupun ia sedang membutuhkannya dan banyak pula orang yang mendahulukan yang lain atas dirinya padahal ia sedang membutuhkannya. Akhlak adalah karunia yang diberikan Allah Azza Wa Jalla kepada siapa saja yang ia kehendaki.
Tidak ada derajat kedermawanan lagi diatas itsar. Allah Ta’ala memuji itsarnya para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Allah Berfirman: “Dan mereka lebih mendahulukan atas diri mereka walaupun mereka sangat membutuhkannya” (QS. Al Hasyr []:8). Sebab turunnya ayat ini adalah kisahnya Abu Thalhah ketika ia lebih mendahulukan kebutuhan lelaki yang sedang berada dalam kesulitan dengan memberinya jatah makanan keluarga dan anak-anaknya, ceritanya cukup terkenal.
Pada saat perang Yarmuk, Ikrimah Ibn Abi Jahal, Suhail Ibn ‘Amr, Al Harits Ibn Hisyam dan beberapa orang putera Al Mughirah menemui kesyahidan, ketika mereka sudah pada terkapar datanglah petugas penolong membawa air, mereka sama-sama menolak air tersebut untuk lebih mendahulukan saudara mereka sehingga mereka meninggal sebelum bisa meminumnya.
Air didekatkan kepada Ikrimah, tetapi ia melihat Suhail sedang memperhatikannya, maka iapun berbisik: “Berikanlah kepadanya!”, Suhail pun melihat Al Harits sedang memperhatikannya maka iapun berujar: “Kasihkanlah kepadanya!”, Masing-masing dari mereka mendahulukan saudaranya untuk minum daripada diri mereka sendiri, merekapun seluruhnya meninggal sebelum bisa minum, lewatlah Khalid Ibn Al Walid di hadapan mereka dan iapun bergumam: “Seharusnya aku yang lebih layak meninggal daripada kalian.”
Salah seorang sahabat Radhiyallahu Anhu dihadiahi kepala kambing, maka iapun berkata: “Sesungguhnya saudaraku lebih membutuhkannya”, maka iapun mengirimkannya kepada orang tersebut, lelaki tersebut pun mengirimkannya kepada orang lain, hingga berkeliling sampai tujuh rumah, dan kembali lagi ke orang pertama.
Abdullah Ibn Jakfar keluar untuk mencari barangnya yang hilang, sesampainya di sebuah kebun milik satu suku yang di dalamnya terdapat seorang budak hitam yang sedang bekerja, datanglah budak tersebut dengan membawa makanannya, kemudian seekor anjing masuk kebun dan mendekat ke budak tersebut, iapun melempar sepotong makanan untuknya lalu dimakanlah makanan tersebut oleh si anjing, kemudian budak tersebut melemparkan makanan lain sehingga habis dilahapnya, kemudian ketiga kalinya iapun melemparkan makanan dan habis lagi dilahap anjing. Abdullah memperhatikannya sambil berkata
: Wahai pemuda! berapakah jatah makananmu setiap hari? Budak tersebut berkata: Sebagaimana yang engkau lihat. Abdullah berkata lagi: Mengapa engkau lebih mendahulukan anjing tersebut?. Budak tersebut menjawab: Di tempat ini tidak ada anjing, ia datang dari jarak yang jauh dalam kondisi lapar sehingga aku tidak ingin menolaknya. Abdullah berkata: Jadi apakah yang akan engkau kerjakan hari ini?. Budak tersebut berkata: Saya tidak akan makan hari ini, Abdullah Ibn Jakfar berkata: Aku merasa sudah dermawan tetapi budak ini lebih dermawan daripadaku. Akhirnya Abdullah membeli kebun tersebut beserta peralatan yang ada di dalamnya, beliau juga membeli budak tersebut dan memerdekakannya kemudian menghibahkan kebun tersebut kepadanya.(Dinukil dari Mukhatashar Minhajul Qashidin/Lasdipo)