Sesungguhnya bulan Ramadhan adalah merupakan bulan tarbiyah, bulan pendidikan. Mendidik dan menempa iman-iman kita. Demikian pula mentarbiyah hati-hati kita agar senantiasa hati kita dekat dengan Allah . Demikian pula bulan Ramadhan memberikan kepada kita pendidikan untuk membiasakan kebaikan. Karena sesungguhnya saudaraku, sebagai seorang Muslim yang menginginkan surgaNya, dia harus berusaha dengan sungguh-sungguh, dengan beramal shalih, yaitu dengan membiasakan dengan berbagai macam kebaikan demi kebaikan. Allah berfirman:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّـهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ (١٤٢)
(QS. Al-Baqarah[2]: 214)
“Apakah kalian mengira akan masuk surga sementara Allah belum mengetahui siapa yang bersungguh-sungguh diantara kalian dan siapa yang bersabar?”
Bersungguh-sungguh untuk meraih surga dengan cara menjalankan ketaatan, menjauhi laranganNya, dan sabar di atas perintah-perintah Allah, sabar untuk meninggalkan larangan-laranganNya, dan sabar menghadapi ujian-ujian dan cobaan yang menghampiri hidupnya.
Maka saudaraku, seakan Allah mensyariatkan bulan Ramadhan tiada lain adalah untuk menempa kesungguhan kita, untuk menempa kesabaran kita, agar kita bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah, terbiasa melaksanakan ketaatan dan ketaatan. Di waktu siang kita berpuasa, menahan diri dari pada hal-hal yang membatalkannya, di waktu malam kita pun shalat tarawih, kita pun bermunajat kepada Allah dan kita memperbanyak membaca Al-Qur’an.
Ini merupakan pendidikan yang agung dari Allah , agar kita membiasakan kebaikan tersebut. Sehingga kebaikan itu bisa kita lakukan setelah bulan Ramadhan. Syaikh Utsaimin mengatakan bahwa seseorang akan wafat di atas kebiasaannya.
Maka cobalah kita lihat, dengan adanya bulan Ramadhan, apakah amalan-amalan tersebut menjadi kebiasaan kita nanti setelah puasa? Ataukah hanya berhenti di bulan Ramadhan saja? Tentu saudaraku, yang diinginkan oleh Allah dari mensyariatkan bulan Ramadhan adalah agar amalan-amalan tersebut bisa kita lakukan setelah Ramadhan.
Diwaktu Ramadhan kita menghiasi hari-hari kita dan membaca Al-Qur’an. Setelah Ramadhan pun demikian, kita hiasi dia dengan membaca Al-Qur’anul Karim, melantunkan ayat-ayatNya dan mentadabburinya. Di waktu Ramadhan, kita terbiasa untuk shalat malam. Demikian pula setelah Ramadhan kita pun membiasakan shalat malam. Karena ia adalah merupakan kebiasaan orang-orang shalih sebelum kita. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأَبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ
“Hendaklah kalian shalat di waktu malam, karena itu kebiasaan orang-orang shalih di antara kalian.”
(HR. Tirmidzi)
Menjadi sebuah kebiasaan adalah sesuatu yang indah dalam kehidupan kita ya ummatal Islam. Maka saudaraku, inilah yang Allah inginkan dari kita. Selamat di bulan Ramadhan ini kita terus berusaha mencari Lailatul Qadar. Setiap malam kita bangun untuk senantiasa bermunajat kepada Allah. Akankah itu menjadi sebuah kebiasaan kita setelah Ramadhan? Sebuah pertanyaan besar bagi diri kita ya ummatal Islam.
Maka saudaraku, beruntunglah bagi orang yang memaknai hal seperti ini lalu ia pun merasakan kenikmatan ibadah tersebut. Lalu ia pun langgeng dan terus-menerus melakukannya diluar bulan Ramadhan setelah itu. Itu pertanda bahwasannya puasanya menghasilkan ketakwaan, puasanya telah menghasilkan tujuan dari syariat puasa. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (١٨٣)
(QS. Al-Baqarah[2]: 183)
“Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.”
Inilah tujuan yang diinginkan daripada puasa. Menghasilkan ketakwaan dalam hidup kita, dalam hati kita.
Sesungguhnya ini adalah kenikmatan yang agung yang Allah berikan kepada hamba-hambaNya. Yaitu bulan Ramadhan tersebut. Sehingga dengan bulan Ramadhan, seorang hamba terbiasa dengan amalan-amalan kebaikan.
Saudaraku, pasti kita ingin wafat di atas kebiasaan yang baik. Maka biasakanlah hal seperti itu dalam hidup kita. Karena manusia apabila tidak membiasakan kebaikan, ia akan membiasakan keburukan, atau ia membiasakan hal-hal yang tidak ada manfaat dalam hidupnya.
Maka saudaraku, sungguh sangat bahagia seorang hamba yang kebiasaannya selalu di atas kebaikan, yang hatinya selalu rindu kepada kebaikan, yang hatinya selalu ingin mendapatkan pahala dari Allah . sebagaimana Allah menyebutkan dalam Al-Qur’an:
Banyak ulama tafsir mengatakan bahwa artinya apabila kamu telah selesai shalat, maka hendaklah kamu berdiri untuk berdzikir kepada Allah setelah selesai shalat. Artinya juga, apabila kamu telah selesai dari suatu ibadah, maka hendaklah kamu berdiri menuju ibadah yang lainnya. Demikian kehidupan seorang Mukmin. Hidupnya selalu berpindah dari satu ibadah ke ibadah yang berikutnya. Sehingga akhirnya dia berusaha merealisasikan tujuan hidupnya. Dimana Allah berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (٥٦)
(QS. Adz-Dzariyat[51]: 56)
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaKu saja.”
Bulan Ramadhan adalah merupakan hadiah yang agung bagi kita. Bagaimana tidak saudaraku? Dalam hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh Albani Rahimahullah, Rasulullah bersabda:
أَطْوَلَكُمْ جُوعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُكُمْ شِبَعًا فِي دَارِ الدُّنْيَا
“Orang yang paling panjang laparnya pada hari kiamat nati adalah orang yang paling banyak kenyangnya dalam kehidupan di dunia.”
(HR. Tirmidzi)
Bayangkan, saudaraku..
Allah menginginkan kaum Mukminin agar mereka tidak lapar kelak di hari kiamat. Maka Allah syariatkan puasa di bulan Ramadan. Sebulan lamanya kita menahan dahaga, kita menahan lapar, tak mengapa lah asal nanti pada hari kiamat kita tidak kelaparan. Ini sebagai kasih sayang Allah kepada kita kaum Mukminin, hadiah yang besar kepada kita kaum Mukminin akan adanya puasa Ramadhan sebulan penuh ini.
Maka berbahagialah saudaraku.. Di saat ia berpuasa, ia pun mengingat akan nikmat-nikmat tersebut. Di saat ia berpuasa, dia pun mengetahui tentang ibrah dan pelajaran dari puasanya tersebut. Bahwasanya itu tiada lain adalah kasih sayang Allah kepada dirinya.
Yang jelas, bulan Ramadhan adalah tiada lain rahmat untuk kita semuanya. Maka akan terlihat siapa yang berusaha untuk menggapai kemuliaan dengan bersungguh-sungguh dalam berpuasa dan beribadah kepada Allah dan siapa yang disebutkan seperti dalam firman Allah:
كَمَثَلِ ٱلْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًۢا (٥)
“Seperti keledai yang membawa kitab-kitab besar.”
(QS. Al-Jumu’ah[62]: 5)
Karena keledai menganggap kitab-kitab itu beban. Keledai tidak menganggap kitab itu sebagai bimbingan. Maka demikian pula orang yang menganggap Al-Qur’an, perintahNya, laranganNya sebagai beban saja dalam kehidupannya. Dia masuk dalam ayat tersebut.
Ramadhan adalah bulan Tarbiyah (pendidikan). mendidik kita untuk menahan hawa nafsu dan dahaga. masih banyak lagi pelajaran bagi kita yang kurang dekatnya kepada Allah sekarang lebih kuatnya kita habiskan waktu dengan Ibadah, berdzikir, Hafalan dan Murojaah bacaan Al-Qur’an.
Tidak kalah penting kita didekatkan Tarbiyah Ilmu, Kajian Ilmu, Khutbah Singkat setelah Tarawih. lebih bagus lagi apabila dalam Itikaf menghadirkan Tarbiyah ilmu. belajar membahas Kitab-kitab juga lebih bermanfaat dalam Itikaf.
Begitu juga mengajarkan Al-Qur’an atau biasa kita sebut TPA di dalam masjid. mendidik anak belajar mengaji sekaligus mengajak untuk latihan ber Itikaf di waktu akhir Ramadhan. lebih menariknya acara Pesantren Kilat ikut serta meramaikan Masjid. sebuah acara Ramadhan yang penuh berkah dan juga mengenang bagi anak-anak dan remaja.
Mendidik kita untuk selalu dekat dengan rumah Allah . sungguh amat langka moment seperti ini daripada anak main petasan yang kurang bermanfaat.